

Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.(QS Al Insyirah 94:5-6)

Kata Al-‘Usr (Kesulitan) adalah bentuk isim ma’rifah (definitif), ditandai dengan imbuhan alif-lam di awalnya. Menurut kaidah bahasa Arab, “Jika isim ma’rifah diulang, maka kata yang kedua adalah sama dengan kata pertama.” Itu berarti al ‘usr di ayat 6 sama dengan al ‘usr pada ayat ke 5. (Bendanya sama, atau bisa dikatakan bahwa masih membicarakan benda yang sama).
Sedangkan kata yusra (kemudahan) adalah bentuk isim nakirah (indefinitif). Sesuai dengan kaidah bahasa Arab, “Secara umum jika isim nakirah itu diulang, maka kata yang kedua berbeda dengan kata yang pertama.” Dengan demikian yusra pada ayat 6 berbeda dengan yusra pada ayat 5, atau benda yang dibicarakan berbeda.
Maka dapat diartikan dari penjelasan berdasarkan kaidah bahasa diatas bahwa, kesulitan hanya ada 1 dan kemudahan itu ada 2. Atau dengan kata lain, 1 kesulitan diapit oleh 2 kemudahan. Dalam hadis Nabi SAW dikatakan, “1 kesulitan tidak akan bisa mengalahkan 2 kemudahan”. Dengan bahasa lain, kesulitan itu dapat didefinisikan atau diidentifikasi, sedangkan kemudahan itu datangnya bisa dari mana saja atau tak terdefinisi. Allah-lah yang mendatangkan kemudahan itu dari arah yang tidak disangka-sangka.
Ibnu Katsif menerangkan dalam tafsirnya, lafazh yusran (kemudahan) berbentuknakirah (indefinitif) menunjukkan bahwa kemudahan itu ada banyak (muta’addid). Jadi bisa 2, bisa 3, bisa banyak. Versi bahasa inggris dari ayat diatas “After a storm comes a calm” (Badai pasti berlalu).
Dalam ayat di atas digunakan kata ma’a,yang asalnya bermakna “bersama”. Ini berarti kemudahan akan selalu menyertai kesulitan dan bahwa kemudahan itu begitu dekat dengan kesulitan yang datang.

Namun barang kali anda masih bertanya, “Saya sering menyaksikan, tidak sedikit orang hidupnya tidak lepas-lepas dari kesulitan dan kesengsaraan yang menghimpitnya. Terus bagaimana saya memahami ayat diatas?” Perlu anda ketahui bahwa ayat tersebut mengandung makna bahwa dalam setiap kesulitan itu selalu terdapat kemudahan. Ini adalah hukum sunatullah di alam ini. Maka bisa dikatakan bahwa kesulitan dan kemudahan adalah seperti 2 sisi mata uang. Ketika suatu masalah muncul, maka Allah telah menyiapkan solusi di belakangnya.
Bagaimana meraih kemudahan yang telah disediakan itu? Disini letak masalahnya. Pada kenyataannya, tidak ada kemudahan yang bisa didapatkan kecuali melalui usaha dan ikhtiar. Tidak ada kemudahan yang diperoleh secara GRATIS. Ini adalah sunnatullah lain yang berlaku di alam ini. Apakah anda ingin sembuh dari penyakit, sementara anda diam dan tidak berusaha mencari obat? Untuk memperoleh setiap kemudahan, selalu butuh usaha dan ikhtiar manusia. Dan usaha itulah yang disebut proses meraih kemudahan.
Lihat baik-baik penuturan ayat 5-6 dalam surat Al-Insyirah di atas. Ayat tadi tidak memakai kata “wa” (dan) atau “tsumma (kemudian), tetapi memakai kata “ma’a” (bersama/di balik). Artinya “di balik kesulitan ada kemudahan”. Atau kita bisa melihat kesulitan dan kegagalan sebagai alat untuk mempelajari hal-hal yang menuntun kita memperoleh kemudahan, keberhasilan, dan kesuksesan. Itu karena kemudahan itu justru terletak dalam kesulitan, bukan sesuatu yang diluar kesulitan. Dari sini kita dituntut untuk berbuat aktif : belajar dari kesulitan untuk mencari dan menghasilkan kemudahan. Setiap masalah selalu memaksa otak kita untuk berpikir dan berbuat mencari jalan keluar. Jika kita menghadapi masalah, sebenarnya kita sedang memiliki “sesuatu yang perlu diubah”.
Pada kenyataannya masalah akan menimbulkan tekanan pada diri kita dan tekanan-tekanan hidup secara psikologis sebenarnya justru berguna untuk merangsang munculnya potensi-potensi yang terpendam dalam diri seseorang. Para peneliti menyatakan bahwa otak hanya belajar ketika berhadapan dengan masalah (ditempatkan dalam kebingungan). Pemecahan masalah menyebabkan terbentuknya sinapsis-sinapsis, teraktivitasnya zat-zat kimiawi, dan meningkatnya aliran darah.
Berbeda dengan situasi normal, biasanya malah membuat orang jadi malas, kurang kreatif dan kurang produktif. Bukan situasi normal itu yang jadi masalah tapi orang yang berada di dalamnya yang memunculkan masalah. Ketika kita menemui situasi-situasi rutin, kita hanya mengulangi program-program yang tersimpan (pola-pola yang telah dipelajari). Hal ini disebut pengulangan kebiasaan dan menurut para peneliti hal itu menghambat pembelajaran baru.
Adanya masalah akan memaksa kita memikirkan ulang program-program dan pola hidup kita dan dengan demikian muncul pembelajaran baru. Muncul pertanyaan : “Kenapa?, Bagaimana?”. Saat anda ditolak, akan muncul pertanyaan “mengapa saya ditolak??” akan jauh lebih mengakar, berasa, dan tidak gampang dilupakan, daripada anda diterima. Karena tidak akan muncul pertanyaan “mengapa saya diterima?” Dari peristiwa ditolak anda akan belajar banyak misalnya : cara menerima penolakan, mengantisipasi penolakan, bagaimana cara supaya diterima, ciri-ciri orang akan menolak, dsb.
Maka bisa dipastikan, mereka yang telah banyak mengalami masalah/kesulitan akan jauh lebih pintar dan dewasa daripada mereka yang jarang atau tidak pernah mengalami kesulitan. Orang yang sudah beberapa kali jatuh atau bangkrut, sangat tahu bagaimana caranya berdiri dengan kokoh. Orang yang sudah praktek akan jauh lebih paham daripada orang yang baru belajar teori.
Kesimpulannya :
Mungkin kita sering dengar nasehat kalo sedang ditimpa musibah harus bersabar dan ketika diberi kenikmatan mesti bersyukur. Tapi kalau sudah paham ayat diatas mestinya kalau diberi kesulitan itu bersyukur. Karena saat kesulitan itu diberikan oleh Allah, sudah beserta kemudahan-kemudahannya.

Mei 1985 Steve Jobs dipecat dari Apple. 1996, Steve Jobs kembali ke Apple
Tidak ada komentar:
Posting Komentar